Jumat, 22 Juni 2012

sajak jelek


Sajak-sajak cinta berlalu di jendela kamarku.tapi aku masih tak tahu  apa sesungguhnya cinta itu. Ketika kau datang membawakan bunga,aku kira itulah cinta. Ternyata salah.  Kau hanya bermaksud menitipkan sekuntum mawar yang terjatuh dari sepeda seorang penjual bunga yang lewat didepanmu.

Aku kesepian . aku berada di balik jendela ini tanpa sebuah pemahaman melakukan apa atau menunggu siapa. Nasibku bahakan mungkin tak jauh lebih baik dari boneka-boneka bidadari yang tersenyum di etalase. Mereka tidak menunggu jarum jam berjuta kali melewati angka-angka yang sama. Ada banyak tangan yang dengan lembut disertai berbagai pujian kekaguman siap mengorbankan dirinya untuk memiliki dan mengambil mereka. Sedang kepadaku orang-orang yang tersenyum itu hanya menjenguk sebentar lalu berlalu tanpa menoleh lagi. Padahal metaku senantiasa berpijar !!!

Apakah aku mencintaimu????

Aku mencintaimu. Ya mungkin itu salah. Mungkinnn…. Tidak.

Aku mencintaimu walau aku tidak mengerti benar-benarkah aku mencintaimu. Tapi aku yakin,yakin sekali,sesuatu yang hidup didalam raga ini adalah cinta. Cinta untukmu, karena seluruh mimpiku,keinginanku,kebutuhanku,tangis tawaku, sajak dan doaku….

Dulu kau mencintaiku, aku percaya. Awalnya ku kira kau tak seperti kau-kau yang lain, yang mampir ke jendela ini hanya untuk menikmati pijar mataku beberapa menit sebelum pergi. Kau bahakan datang tidak kepada aku menatap jendela. Kau menghampiri jendela ini ketika debu merah menutupinya dan aku terpaksa menyanyikan elegi keras-keras supaya ada yang mengetahui keberadaanku disini.

Dan ternyata kaulah yang mengetahuinya. Kau mengelap debu merah hingga jendelaku yang selalu kututup rapat,melompatinya, dan….. tiba- tiba kita sudah bergenggaman tangan dan aku berjanji meletakkanmu dipagi siang senja malamku,di gelap terangku,dimimpi ilusiku,dikepalaku.

Aku menulis sajak jelek---katamu, tapi itulah yang membuat kisah kita menjadi indah-kataku. kau membuatku melahirkan sajak-sajak jelek, tapi justru dengan begitu aku merasakan sesuatu yang lebih indah mengalir dalam darah ini. Setiap aku merindukanmu,kau ternyata sama dengan kau-kau yang laintak dapat kulihat dijendela. Tapi kata angin kau sedang menungguku dipantai. Aku harus belajar terbang sebagaimana merpati putih berani melintasi awan-awan untuk menjemput kekasihnya.

Diantara rasa takut,dingin, aku menyatukan diri denganmu. Kata-kata berbisik dalam gelora. Pesona cahaya yang biasanya berpijar dari mataku kini redup,meninggalkan tetes embun yang berubah hangat, pergi ke dunia yang lain.

  Aku belajar menjadikan jendela sebagai cermin. Setiap pagi aku membukanya berharap-harap merpati mengabarkan kisah kasih rindumu padaku. Lagu-lagu indah mengalun dari lidahku yang berisi kenangan. Oh cinta . Cinta. Aku butuh cintamu.

Sebagai matahari yang menyapu hangat basah pipiku dan sayap-sayap yang menerbangkanku di puncak pegunungan dimana kita bisa melihat seluruh keindahan dunia.

Tapi aku tak mengerti kenapa kau tak pernah datang. Tak pernah lagi melihat sajak-sajak jelekku. Sampai sajak-sajak jelekku ku cabik-cabik dan kutanam di pot-pot gantung dekat jendelaku.

“rasa mencintaimu menciptakan kedalaman yang nyaris sama dengan sumur zam-zam. Aku menimba air segar dari dalamnya yang mungkin bercampur dengan lumpur,kusiramkan pada pot-pot gantung berisi sajak-sajak jelek itu. Sekarang ini demikianlah kegiatan itu membuatku semakin lupa pada kesunyian. Luka kehilangamu memanggil obsesi perjuangan dalam diriku. Dan aku semakin berasumsi itulah cinta. Aku semakin mencintaimu tanpa kata mungkin.”

Air mataku mengalir sepanjang daun-daun. Aku tak tahu lagi apa yang terjadi di dalam jiwa. Hanya sempat kurasakan perlahan-lahan kedua tanganku membentang hendak menggapai matahari.

Oh matahari, bakarlah gelora cinta dalam diriku. Bakarlah hingga menjadi abu dan tertiup angin.

Setiap yang datang kembali pergi dan aku sendiri lagi.

Luka ini mengoyak batinku, mengembara, tak lagi tinggal dibalik jendela.

Aku tak tahu kemana berjalan. Dunia teramat ramai, tak seperti dalam ilusiku yang hidup bertahun-tahun.

Disepanjang jalan aku bertemu banyak perempuan seperti Barbie yang cantik jelita. pria-pria bagai prajurit dan pangeran, bergerak kesana-kemari dan selalu menggoda perempuan yang nampak seperti bidadari.

Aku mencari kekasihku yang misterius.lelah mulai merayap ditubuhku yang belum terisi makanan. Aku duduk ditepi jalan penuh pepohonan seraya memandangi awan gelap.oh betapa aku ingin pergi kesana membaringkan tubuh yang lunglai ini. Hingga hujan memandikan tubuhku yang tegar ditepi jalan dan petir menyambar aku masih setia menunggu kehadiranmu. Kupikir apa yang kulakukan belum seberapa dengan kerelaan mati Juliet demi Romeo. Terapi mengapa kau tak seperti Romeo? Kau seolah tak ingat lagi untuk membawaku dalam kemesraan cinta. Ataukah kau telah bahagia dengan kekasihmu sekarang?

Kau melupakan seseorang yang sangat mencintaimu melebihi ilusi-ilusinya sehinngga ia melangkahkan kaki untuk melihat dunia yang amat terasa asing.

Dan hujan semakin deras. Bersama air mata mengalir dipipi. Dadaku pecah oleh gesekan rindu. Aku mencari bayang-bayang kekasihku yang tak kunjung menjelma. Kesedihan berkecamuk dalam hatiku…

Aku bukan hanya tak bisa menjumpai kekasih yang kunanti tapi juga  kehilangan lukisan-lukisan wajahnya dalam alam pikirku, dan membiarkan semua anganku tentang kami terbang tertiup angin Mei ini.

Oh !!! aku kacau-balau. Aku tak bisa melihat apa-apa lagi dengan jelas. Aku tak mengerti ada apa dengan dunia. Aku tak tahu lagi apa yang kuinginkan. Aku mendengar suara-suara yang mengucapkan selamat tinggal. Lalu aku melihat wajahmu muncul dbalik tirai hujan, menatapku tajam tetapi kosong. Aku ulurkan tanganku menyentuhmu. Aku ingin membelai basah yang menyelimuti wajahmu. Dan aku ingin……….sebuah ciuman yang membantu kita lupa akan dinginnya hujan.tapi kau diam tak bergeming,pucat dan akhirnya memudar. Kau berubah menjadi kabut putih yang membuatku menggigil. Oh kabut,kau,kau hanya kabut?

Aku menganga tak mengerti bagaimana ini  terjadi. Kau tak mengucapkan selamat tinggal tapi kau menghilang, kau hanya tinggal sebuah kabut yang menusuk-nusuk . dan kala mataku membelalak pada alam sekitar, semua keperihan terasa nyata. Aku tak lebih bagai kembang sepatu yang jatuh dari tangkainya untuk berada ditepian jalan,menunggu kaki-kaki menginjak tanpa rasa. Aku tak kehilangan mahkota tapi aku hancur dan layu.

Tubuhku  terseret-seret oleh tangan-tangan tanpa cinta. Aku tak pernah memberontak. Aku menikmati setiap sentuhan, entah itu tajam menggores luka ataukah halus menebar racun.

Dan aku pasrah mencintainya.

Mencintaimu, yang kembali sebagai kabut,. Apakah kau akan menyelimuti dengan dingin yang abadi dan aku tanpa daya menerima penuh haru? Hingga tinggal tangisan yang tetap meleleh tak berhenti.

Tangisan apa? Hujan. Dan hanya aku duduk setia dibawahnya.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar